Pengertian dari drama ialah sebuah karya sastra yang diperankan oleh beberapa aktor. Biasanya drama juga diisi dengan musik maupun tarian yang dipertontonkan di panggung, teater, ataupun televisi. Di bawah ini ada beberapa koleksi naskah drama yang bisa anda download dan lihat-lihat. Kalau sekiranya bagus/menarik boleh di download :)
===
Naskah Drama Maling Karya: Auf Sahid
(Setting tempat halaman rumah di sebuah kampung. Waktu malam hari. Dari luar terdengar suara gaduh derap langkah orang berlari sambil berteriak maling diiringi musik pembuka. Lampu fade in. Seorang Maling masuk, panik. Kemudian ia menyembunyikan bungkusan curiannya di semak-semak. Kemudian ia berlari sembunyi. Lalu warga masuk panggung berlari dari salah satu sisi dan langsung keluar di sisi yang lain. Kemudian mereka kembali sambil mencari-cari.)
Lurah : Cari sampai dapat! Tadi larinya ke arah sini. Seseorang : Tapi kok hilang, Pak. Lurah : Ya kalau begitu pasti ada di sekitar sini. Nggak mungkin jauh. Begini saja, kita berpencar saja. Seseorang : Aduh, Pak, capek. Lurah : Sampeyan ini bagaimana? Baru begini saja capek. Ayo cepat! Sampeyan dan mbak Seseorang ke sana. Mas Seseorang cari yang sebelah sana. Seseorang : Lha Bapak? Lurah : Saya jaga di sini. Warga : Woo... Seseorang : Sampeyan kok enak? Lurah : Lho, ini juga bagian dari tugas. Ayo cepat. Nanti malingnya keburu jauh. Berangkat!
(warga berpencar, musik mulai fade out) Lurah : (menghela nafas) Ada-ada saja. Pencurian di desa ini kok ndak ada habisnya. Mulai dari kehilangan sandal, rantang isi makanan, pakaian, sampai kendaraan. Seminggu yang lalu sandalnya Mbak Surti hilang. Katanya, sandal itu mahal sekali harganya. Beli di luar negeri. Lalu dia lapor ke saya, minta tolong untuk menggerakkan seluruh jajaran Hansip mencarikan sandalnya. Sandal saja beli di luar negeri. Mungkin itu kenang-kenangan dari majikannya saat jadi TKW dulu.
Lalu kemarin lusa, senter, pentungan termos kopi dan rantang makanan di pos Hansip hilang. Ya baru ini ada Hansip kemalingan. Keterlaluan. Gara-gara itu, saya mulai habis isya sampai malam ikut muter-muter mencari. Jadi ndak bisa lihat sinetron kesukaan saya. (pada bagian ini bisa disebutkan salah satu judul sinetron yang sedang populer)
Nah, sekarang yang hilang malah lebih besar, uang kelurahan. Akhirnya mau tidak mau saya harus ikut mengejar. Apalagi tiga hari lagi Pak Camat mau datang melihat apakah uang bantuan dari Pemda sudah diterima dan digunakan atau belum. Ini bisa kacau kalau ketahuan dicuri. Jabatan saya sebagai Lurah bisa terancam. Benar-benar keterlaluan. Desa Suka Makmur kok banyak maling. Tidak cocok dengan namanya, Suka Makmur. Siapa sih dulu yang punya ide nama Suka Makmur? Kalau begini terus, besok mau saya usulkan saja ke Presiden. Namanya diganti menjadi Suka Maling. Jadi kalau banyak pencurian saya tidak bakal disalahkan. Sudah sesuai dengan namanya. (Seseorang masuk dengan terengah-engah)
Seseorang : Pak, Lapor. Lurah : Bagaimana? Seseorang : Sudah saya cari dari Sabang sampai Merauke... Lurah : ....berjajar pulau-pulau? Seseorang : Bukan, nihil. Lurah : Walah. Seseorang : Lha Bapak sendiri? Lurah : Sama. Dari tadi saya jaga di sini tidak ada tanda-tanda maling yang lewat. Nihil. Seseorang : Wajar, Pak. Lurah : Wajar bagaimana? Seseorang : Mana ada maling celingak-celinguk lewat di depan sampeyan. (Seseorang dan Seseorang masuk dengan tergopoh-gopoh) Seseorang : Pak, ada berita penting.. Seseorang : Iya, Pak. Lurah : Ada apa? Seseorang : Tadi saya bertemu dengan Mas Poniman. Lurah : Mas Poniman? Seseorang : Iya.... Lurah : Mas Poniman sia... Seseorang : ....katanya, mulai sekarang kita tidak perlu bingung kalau mau ngambil TV, kulkas, atau motor. Cukup dengan KTP saja kita bisa kredit TV lho, Pak. Bayangkan. Biasanya harus pakai BPKB atau sertifikat tanah, ya kan, Mbak? Seseorang : Benar, Pak. Apalagi cicilannya juga murah. Motor hanya 50 ribu per bulan. Kulkas dua pintu hanya 30 ribu perbulan. Apalagi TV hanya dua puluh ribu per bulan. Dan semua tanpa... Lurah : Diam! Sampeyan ini bagaimana? Tadi saya suruh apa? Seseorang : ee.. anu.. cari.. Lurah : Cari maling kan? Kenapa malah cari kreditan? Seseorang : Mbak, sampeyan tadi ke sana apa tidak bertemu orang yang mencurigakan? Seseorang : Oh, yang mencurigakan? Lurah, Seseorang : Ada? Mana? Seseorang : Tidak ada, Pak. Lurah : Walah. (bicara sendiri) Wah, bagaimana ini. Kalau sampai lusa tidak ketemu bisa gawat. Nanti kalau aku dipecat bagaimana? Sudah dicari ke sana kemari tidak ada…. Seseorang : Eh, Pak. (sambil menunjuk ke rumah) Seseorang : Iya, Pak. Jangan-jangan... Lurah : …eits, jangan gegabah dulu. Seseorang : Tapi ini kan rumahnya… Lurah : …..iya, tapi jangan asal menuduh dulu. Seseorang : Sudahlah, Pak. Pasti dia. Sekali maling tetaplah maling. Lurah : Tenang, tenang dulu. Kita lihat baik-baik dulu. (mengetuk pintu rumah) Kulo nuwun… Mas Maman… Mas Maman…. Mas Maman…. (hening) Seseorang : Lho, bener kan, Pak? Lurah : Bener apanya? Seseorang : Ya pasti dia. Lihat dia sekarang pasti ketakutan di dalam. Seseorang : Benar, Pak. Kita dobrak saja pintunya. Semua warga : Ya, ya.. kita dobrak saja pintunya. Lurah : Tenang, tenang dulu. Jangan ngawur. Seseorang : Sudahlah, Pak. Nanti dia keburu kabur lewat belakang. Ayo dobrak saja. Semua warga : Ya ayo… (mereka mengambil kursi kayu panjang di depan rumah dan akan digunakan sebagai alat pendobrak) Semua warga : Satu… dua…. Ti…. (Maman tiba-tiba muncul dari luar panggung) Maman : Hoi, ada apa ini? Lurah : Lho, Maman? (pada warga) He, bangkunya... Anu, Man, maaf. Tadi kita sedang mengejar maling. Maman : Lha terus kok pada nggrumbul di depan rumah saya ada apa? Lurah : Tadi malingnya lari ke sekitar sini, jadi e..., kami mengejar ke sini dan e.... kebetulan lewat rumahmu, jadi.. Seseorang : Jadi sekarang kamu ngaku saja Man. Mana hasil curianmu? Maman : Curian? Curian apa? Lha wong aku dari WC umum kok? Seseorang : WC umum? WC umumnya kan jelas-jelas rusak. Maman : Eh, anu, sungai. Seseorang : Sungai? Di sini mana ada sungai Man? Seseorang : Alah, ngaku saja, Man. Sekali maling tetap saja maling. Maman : He, mulutmu nggak pernah disekolahkan ya? Ngomong seenaknya aja. Aku tadi dari jalan-jalan kok. Lurah : Tenang, tenang. Jangan ribut. Man, kamu ngaku saja dari mana? Maman : Dari jalan-jalan, Pak. Suer! Seseorang : Lha itu apa? Maman : Mana? Seseorang : Itu dibalik jaketmu. Maman : Nih liat (sambil membuka jaket) Seseorang : Di balik baju. Maman : Ini (sambil membuka baju) Puas? Seseorang : Lha itu apa? (sambil menunjuk buntelan dalam sarung Maman) Seseorang : Buka sarungmu! Maman : Ngawur! Ini aurat! Seseorang : Pasti itu, Pak! Lurah : Man, coba lihat isi bungkusan itu. Maman : Wah, jangan Pak. Ini bukan milik umum, Pak. Lurah : Sudah, keluarkan saja. Daripada kamu dikeroyok sama orang-orang. Maman : Ampun, jangan! (menyerahkan bungkusan pada Lurah) Lurah : (mengeluarkan sandal dari dalam bungkusan) Lho, punya siapa ini? Seseorang : Lho, itu kan sandalku yang beli di luar negeri? Jadi kamu Man? Hah? Lurah : Sudah, sudah. Kita tadi mau cari maling uang, bukan maling sandal. Maman : Lho, jadi, ini tadi bukan dalam rangka mencari saya, toh? Seseorang : Sekarang aku yang nyari kamu. Lurah : Sudah, cukup! Tadi uang kantor kelurahan dicuri. Kita sekarang sedang mencarinya. Maman : Oalah, lha ya mbok dari tadi ngomong. Saya kan nggak perlu deg-degan. Seseorang : Deg-degan apa? Jangan-jangan kamu juga yang nyuri di kelurahan? Maman : Kamu jangan sembarangan ya. Seenaknya saja menetapkan aku sebagai praduga tak berguna. Seseorang : Praduga tak bersalah.
=================== Naskah Drama HAMIL Diadaptasi dari naskah karya: Puthut Buchori Ditulis ulang oleh: Alfan
Adegan I Setting, sebuah ruang keluarga. Meja kursi dan perabot lainnya menunjukkan bahwa pemiliknya adalah orang berada. Lampu fade in. Seorang BAPAK duduk di kursi sambil membaca Koran. Tiba-tiba keluar Sisi dari dalam kamar sambil berusaha menahan muntah. Begitu ibunya keluar, Sisi langsung berlari ke kamar mandi, muntah-muntah. Lalu keluar dokter dari dalam kamar Sisi menemui BAPAK.
Bapak : silahkan diminum dulu, Dok. Bagaimana Dok keadaan anak saya? Sakit apa dia? Dokter : (dehem) Ehm.. Begini Pak, sebenarnya puteri bapak sehat-sehat saja. Bapak : sehat bagaimana? dari kemarin muntah-muntah terus kok. Dokter : Oh, Itu wajar Pak. Biasa. Karena dalam triwulan pertama akan terasa mual-mual. Bapak : Triwulan? Maksud dokter? Dokter : Begini Pak. Dalam bulan-bulan pertama ini, dia akan sering merasa mual. Jadi bapak tidak perlu khawatir kalau bulan-bulan ini dia sering muntah-muntah. Nanti bulan-bulan berikutnya, ya sekitar bulan kelima atau keenam, rasa mualnya akan hilang kok. Bapak : Hah… (diam sejenak, mikir) Bulan apa Dok? Dokter : Bulan-bulan pertama kehamilan. Bapak : Kehamilan? Maksud Dokter hamil? Ada bayi dalam perutnya? Dokter : Betul Pak. Bapak : Innalillahi wa innailaihi roji’uun.. DOokter : kok inalillahi? Kan sebentar lagi jadi kakek. Oh iya Pak, sepertinya kandungan puteri bapak lemah, jadi harus banyak istirahat. Jangan sampai kelelahan, apalagi banyak pikiran. Nanti bisa keguguran. Ini Pak.. Ini saya beri vitamin. Bapak : (menerima obat, masih terbengong-bengong) Dokter : Kalau begitu saya pamit dulu, Pak. Bapak : (seakan tersadar) oh iya, iya. Terima kasih, Dok. Nanti saya transfer seperti biasanya. (dokter keluar ruangan. Saat BAPAK akan duduk, Sisi keluar dari kamar mandi dan langsung menuju kamar. Namun sebelum masuk kamar sudah dipanggil BAPAK.) Bapak : SISI! Sini kamu! Ibu : (keluar dari kamar mandi) Ada apa Pi? Kok teriak-teriak. Bapak : jangan ikut campur. Sisi, duduk sini. (SISI duduk) Bapak : Jawab dengan jujur! Dengan siapa hah? Ibu : Lho, ada apa ini? Bapak : sudah diam. He! Jawab! Dengan siapa? Ibu : Pi! Bapak : JAWAB! kamu Hamil dengan siapa? Ibu : Pi! Jangan sembarangan! Bapak : Ini, lihat ini. Obat apa yang diberi dokter tadi. ibu : obat? Wajar kan kalau orang sakit diberi obat bapak : itu obat untuk kandungan ibu : kandungan? kamu hamil nak? Bapak : jawab, pertanyaan ku. Hamil dengan siapa kamu? Bagaimana bisa? Ibu : sudahLAH pi. Kita bicarakan ini besok saja. Biarkan dia istirahat. Sudah nak. Kamu tidur istirahat saja dulu. Bapak : Kamu juga mi, tidak bisa mendidik anak, anak salah masih dibela. Kamu kan lebih banyak di rumah, lebih banyak bersama anak ini, kok ya bisa-bisanya sampai kecolongan! Ibu : Lho ! kok jadi BAPAK juga menyalahkan ibu ? Bapak : Lha Kamu kan ibunya, tugasmulah mendidik anak ! Ibu : Siapa bilang ? BAPAK juga punya kewajiban mendidik dia. Bapak : Aku sibuk bekerja ! Ibu : Aku juga sibuk… Bapak : Sibuk apa? Arisan, piknik, sibuk kesana kemari dengan kelompok arisanmu itu. Atau jangan-jangan arisan cuma alasan. Ibu : maksud papi? Bapak : arisan cuma alasan agar kamu bisa keluar dengan pacar lamamu kan? Ibu : jangan sembarangan ya. Aku arisan ya arisan. Papi sendiri? Setiap hari pulang malam. Kencan dengan sekretarismu itu kan? Bapak : jangan sembarangan menuduh orang. Dia perempuan baik-baik. Ibu : terus kemana saja kalau pulang malam? Bapak : aku meeting Ibu : meeting dengan sekretarismu itu kan? Bapak : sudahlah. Lihat anak mu ini, hamil! Harusnya kamu yang sering di rumah bisa mengaawasi anak. Ibu : Alaaah.. BAPAK bisanya menyalahkan, menghindar dari tanggung jawab moral. Sekarang kalau sudah begini bagaimana, hah? Bapak : Bagaimana apanya? sisi : DIAM! (lalu lari ke dalam kamar) Bapak : sisi! Ibu : lihat. Itu Gara-gara papi. bisanya Cuma marah-marah. Ini salah, itu salah. Bapak : lho kok aku. Kamu itu yang terlalu memanjakannya. (sisi keluar kamar) Sisi : selesaikan dulu masalah kalian. Baru selesaikan masalahku. (keluar) Ibu : sisi! Bapak : lihat itu hasil didikanmu. Anak jadi kurang ajar.
Naskah Drama Matahari di Sebuah Jalan Kecil Karya Arifin C. Noor
Sebentar lagi berkas-berkas di langit akan buyar dan matahari akan memulai memancarkan sinarnya yang putih, terang dan panas. Jalan itupun akan mulai hidup, bernafas dan debu-debu akan segera berterbangan mengotori udara. Jalan itu bukan jalan kelas satu. Jalan itu jalan kecil yang hanya dilalui kendaraan-kendaraan dalam jumlah kecil. Tetapi sebuah pabrik es yang tidak kecil berdiri di pinggirnya dan pabrik itu memiliki gedung yang sangat tua. Di depan gedung itulah para pekerja pabrik mengerumuni SIMBOK yang berjualan pecel di halaman.
Seorang laki-laki yang sejak malam terbaring, tidur di ambang pintu yang terpalang tak dipakai itu, bangun dan menguap setelah seorang yang bertubuh pendek membangunkannya. Laki-laki itu adalah PENJAGA MALAM.
1. PENJAGA MALAM : Uuuuuh, gara-gara pencuri, aku jadi kesiangan. 2. SI PENDEK : Tadi malam ada pencuri? 3. PENJAGA MALAM : Di sana, di ujung jalan itu! (menunjuk) 4. SI PENDEK : Tertangkap? 5. PENJAGA MALAM : Dia licik seperti belut. (menggeliat lalu pergi) 6. SI PENDEK : (duduk lalu membaca koran)
Seorang pemuda (anak laki-laki) membawa baki di atas kepalanya lewat. Ia menjajakan kue donat dan onde-onde. Suaranya nyaring sekali. Tak ada orang mengacuhkannya. Begitu ia lenyap seorang pemuda lewat pula yang berjalan dengan perlahan, berbaju lurik kumal, sepatu kain yang sudah rusak dan buruk, wajahnya pucat. Sebentar ia memperhatikan orang-orang yang tengah makan lalu ia pergi dan iapun tak diperhatikan orang. Gemuruh mesin yang tak pernah berhenti itu, yang abadi itu, makin lama makin mengendur daya bunyinya sebab lalu lintas di jalan itu mulai bergerak dan orang-orang semakin banyak di halaman pabrik itu. SIMBOKpun makin sibuk melayani mereka. Lihatlah!
7. SI TUA : (menerima pecel) Sedikit sekali. 8. SIMBOK : (tak menghiraukan dan terus melayani yang lain) 9. SI PECI : Ya, sedikit sekali (menyuapi mulutnya) 10. SI TUA : Tempe lima rupiah sekarang. 11. SI KACAMATA : Beras mahal (membuang cekodongnya) kemarin istriku mengeluh. 12. SI PECI : Semua perempuan ya ngeluh. 13. SI KURUS : Semua orang pengeluh. 14. SI KACAMATA : Kemarin sore istriku berbelanja ke warung nyonya pungut. Pulang-pulang ia menghempaskan nafasnya yang kesal……. Harga beras naik lagi, katanya. 15. SI PECI : Apa yang tidak naik? 16. SI TUA : Semua naik. 17. SI KURUS : Gaji kita tidak naik. 18. SI KACAMATA : Anak saya yang tertua tidak naik kelas. 19. SI TUA : Uang seperti tidak ada harganya sekarang. 20. SI KURUS : Tidak seperti…. Ah memang tak ada harganya. 21. SI TUA : (mengangguk-angguk) 22. SI PECI : Ya. 23. SI KACAMATA : Ya. 24. SI PENDEK : Menurut saya (menurunkan koran yang sejak tadi menutupi wajahnya. Sebentar ia berfikir sementara kawannya bersiap mendengar cakapnya). Menurut saya, sangat tidak baik kalau kita tak henti-hentinya mengeluh sementara masalah yang lebih penting pada waktu ini sedang gawat menantang kita. Dalam seruan serikat kerja kitapun telah dinyatakan demi menghadapi revolusi dan soal-soal lainnya yang menyangkut negara kita harus turut aktif dan bersiap siaga untuk segala apa saja dan yang terpenting tentu saja perhatian kita.
25. SI TUA : (menggaruk-garuk) 26. SI PENDEK : Ya, baru saja saya baca dari koran….nich, korannya…. Bahwa kita harus waspada terhadap anasir-anasir penjajah, kolonialisme. Kita harus hati-hati dengan mulut yang manis dan licin itu. (tiba-tiba batuk dan keselek)…..tempe mahal tidak enak rasanya… (meneruskan yang semula) beras yang mahal hanya soal yang tidak lama. 27. SI PECI : Ya. 28. SI KACAMATA : Ya. 29. SI PENDEK : Ya. 30. SI TUA : Dulu (batuk-batuk), dulu saya hanya membutuhkan uang sepeser untuk sebungkus nasi. 31. SI PECI : Dulu? 32. SI TUA : Ketika jaman normal. 33. SI KURUS : Jaman Belanda. 34. SI TUA : Ya, jaman Belanda. Untuk sehelai kemeja saya hanya membutuhkan uang sehelai rupiah. 35. SI KURUS : Tapi untuk apa kita melamun, untuk apa kita mengungkap-ungkap yang dulu? 36. SI PENDEK : (makin berselera) Ya, untuk apa? Untuk apa kita melamun? Untuk apa kita mengkhayal? Apakah dulu bangsa kita ada yang mengendarai mobil? Sepedapun hanya satu dua orang saja yang memilikinya. Kalaupun dulu ada itulah mereka para bangsawan, para priyayi dan para amtenar yang hanya mementingkan perut sendiri saja. Sekarang lihatlah ke jalan raya. 37. SI PENDEK : …… Lihatlah Kemdal Permai, stanplat. Pemuda-pemuda kita berkeliaran dengan sepeda motor. Kau punya sepeda? Ya, kita bisa mendengarkan
Abu Iyem Emak Yang Kelam Bulan Majikan Kakek Jin Putri Pangeran Bel Pasukan Yang Kelam Kelompok Kakek Seribu Bulan Yang Goyang-Goyang Gelandangan Tanjidor dll
BAGIAN PERTAMA
DONGENG EMAK
Satu
EMAK Ketika prajurit-prajurit dengan tombak-tombaknya mengepung istana cahaya itu, sang Pangeran Rupawan menyelinap diantara pokok-pokok puspa, sementara air dalam kolam berkilau mengandung cahaya purnama. Adapun sang Putri Jelita, dengan debaran jantung dalam dadanya yang baru tumbuh, melambaikan setangan sutranya dibalik tirai merjan, dijendela yang sedang mulai ditutup oleh dayang-dayangnya. Melentik air dari matanya bagai butir-butir mutiara.
ABU Dan sang Pangeran, Mak ?
EMAK Dan Sang Pangeran, Nak ? Duhai, seratus ujung tombak yang tajam berkilat membidik pada satu arah ; purnama di angkasa berkerut wajahnya lantaran cemas, air kolam pun seketika membeku, segala bunga pucat lesu mengatupkan kelopaknya, dan...
ABU Dan Sang Pangeran selamat, Mak ?
EMAK Selalu selamat. Selalu selamat.
ABU Dan bahagia dia, Mak ?
EMAK Selalu bahagia. Selalu bahagia.
ABU Dan sang Putri, Mak ?
EMAK Dan sang Putri, Nak ? Malam itu merasa lega hatinya dari tindihan kecemasan. Ia pun berguling-guling bersama Sang Pangeran dalam mimpi yang sangat panjang, diaman seribu bulan menyelimuti kedua tubuh yang indah itu penuh cahaya.
ABU Dan bahagia, Mak ?
EMAK Selalu bahagia. Selalu bahagia.
MAJIKAN Abu !
EMAK Sekarang kau harus tidur. Anak yang ganteng mesti tidur sore-sore.
ABU Sang Pangeran juga tidur sore-sore, Mak ?
EMAK Tentu. Sang Pangeran juga tidur sore-sore karena dia anak yang ganteng. Kau seperti Sang Pangeran Rupawan.
MAJIKAN Abu !
ABU Mak ?
MAJIKAN Abu !
ABU Bagaimana keduanya bisa senantiasa selamat ?
MAJIKAN Abu !
EMAK Berkat cermin tipu daya.
ABU Berkat Cermin Tipu Daya, Mak ?
MAJIKAN Abu !
EMAK Semuanya berkat Cermin Tipu Daya.
ABU Cuma berkat itu ?
MAJIKAN Abu !
EMAK Cuma berkat itu.
ABU Cuma.
MAJIKAN Abu ! Abu !
ABU .... di mana cermin itu dapat diperoleh, Mak ?
EMAK Jauh nun di sana kala semuanya belum ada (KELUAR)
MAJIKAN Bangsat ! Tuli kamu ?
ABU Mak ?
Dua
YANG KELAM Ini adalah tahun 1930 dan bukan tahun 1919. Kau harus segera mengenakan pakaian pesuruhmu (Keluar)
Tiga
SETELAH IA MENGENAKAN PAKAIANNYA SEBAGAI PESURUH KANTOR TERDENGAR GEMURUH SUARA PABRIK
MAJIKAN Abu !
ABU Hamba, Tuan.
MAJIKAN Abu !
ABU Hamba, Tuan.
MAJIKAN Abu !
ABU Hamba, Tuan.
MAJIKAN Abu !
ABU Hamba, Tuan.
MAJIKAN Abu !
ABU Hamba, Tuan.
MAJIKAN Abu !
ABU Hamba, Tuan.
MAJIKAN Abu !
ABU Hamba, Tuan.
MAJIKAN Bangsat kamu ! Kerja sudah hampir tiga tahun masih saja kamu melakukan kesalahan yang sama. Lebih bodoh kamu dari pada kerbau.
Naskah Drama LAWAN CATUR Karya Kenneth Arthur (Kenneth Sawyer Goodman) Terjemahan WS RENDRA Diketik ulang oleh Giri Ratomo
SAMUEL Bagaimana, Antonio ( tersenyum ) Rupanya kau telah kehilangan kecerdikanmu
ANTONIO Sebentar,Yang Mulia
SAMUEL Pionnya barangkali..
ANTONIO Bukan ( main ) Nah… sudah
SAMUEL Aha ! Begitu ? Bagus…bagus…! Kecerdikanmu telah kembali bukan ?
ANTONIO Apakah waktunya sudah habis, Yang Mulia ?
SAMUEL Belum. Kita masih punya waktu 10 menit untuk permainan ini.
ANTONIO Yang Mulia sudah bosan main catur rupanya…
SAMUEL Tidak. Aku tidak pernah bosan main catur. Dengar, Antonio. Apabila aku bosan main catur, itu artinya aku bosan hidup.permainan catur adalah tantangan bagi ketajaman otak dan kekuatan sikap jiwa manusia : sebagaimana taktik cinta, taktik perang, politik dan lain sebagainya. Apabila permainan caturku buruk, aku akan berhenti jadi Menteri Urusan Kepolisian. Kita orang pemerintah tidak hanya meletakkan nyawa dalam kekuatan tangan kita, namun juga harus mengasah kepala untuk menjalankan tugas seefektif mungkin. Kita harus tetap menjaga agar sempurna, persis geraknya, licin jalannya. Ya…ya..begitulah caranya kita mengabdi pada pekerjaan kita. Apabila mesin – mesin dalam kepala kita mogok atau macet, kita tak pula lagi berarti apa-apa.
ANTONIO Tetapi pikiran Yang Mulia melayang agaknya…
SAMUEL Begitukah ? baiklah, baik ( main dengan cepat ) Nah..lawanlah ini kalau kau bisa.
ANTONIO Sebuah gerakan yang dapat menyelamatkan Raja Yang Mulia…
SAMUEL Kau rasakan sekarang. Aku melamun, aku bermimpi, pikiranku melayang dan kemudian datang gerakan secepat kilat. Ketangkasan taktik pada lintasan akal sekejap itulah letak kekuatannya.
ANTONIO Itu namanya inspirasi, Yang Mulia !
SAMUEL Mungkin. Tetapi di balik inspirasi itu kita tidak boleh melupakan taktik permainan.
VERKA masuk
VERKA Apakah Yang Mulia memanggil saya ?
SAMUEL Apakah ada orang yang bernama Oscar Yakob ?
VERKA Seseorang yang bernama Oscar Yakob membawa surat keterangan dari yang mulia, menunggu di ruang sekretaris.
SAMUEL Saya memperkenankan kau membawanya kemari 10 menit lagi.
VERKA Harap dimaafkan, Yang Mulia. Tuan Sekretaris mohon bertanya apakah perintah yang diberikan Antonio memang benar ?
SAMUEL Perintah apa ?
VERKA Bahwa orang yang bernama Oscar Yakob itu tak perlu di geledah ?
SAMUEL Tak ada alasan untuk menggeledah orang itu ( verka pergi ) Giliranmu main Antonio. Kita masih punya waktu dua menit untuk main catur dan satu menit untuk tanya jawab.
ANTONIO Ahaa …saya dapat menskak mat Yang Mulia dalam lima langkah.
SAMUEL Tapi dua menit sudah habis. Sekarang katakanlah, apakah agen-agenmu tidak salah dalam mengusut keterangan mengenai orang yang bernama Oscar Yakob itu ?
ANTONIO Sangat pasti, Yang Mulia. Saya mohon kepada Yang Mulia kemarin, karena telah diketahui oleh agen-agen saya bahwa orang yang bernama Oscar Yakob itu masuk kompotan anti pemerintah, dan dia mendapat tugas dari pimpinannya untuk membunuh Yang Mulia. Dua orang bawahannya telah kami tangkap dua minggu yang lalu, dan yang tak mesti diragukan lagi adalah mengenai orang yang bernama Oscar Yakob itu. Laporan mengenai sejarah hidupnya, sejak dia lahir sampai sekarang telah kami serahkan kepada Yang Mulia. Tentu Yang Mulia telah memahaminya.
SAMUEL Ya… ya…riwayat hidupnya telah kuhapal di luar kepala. Meskipun begitu, aku telah menganugerahkan kepadanya untuk mewawancaraiku secara pribadi. Juga telah aku perintahkan dengan tegas untuk tidak menggeledahnya. Singkatnya, aku telah melakukan pekerjaan yang sangat tolol, bukan ?
ANTONIO Saya tidak berhak meragukan kebijaksanaan Anda, Yang Mulia
SAMUEL Ah ..?! kau tak berhak meragukan kebijaksanaanku ? tapi dalam hati kau meragukannya. Aku melihat semua itu di balik pandangan matamu ketika kau berkata dalam hati : ”Yang Mulia Samuel Glaspel, dibalik omongannya yang manis, sudah tidak seperti biasanya lagi. Dia telah mundur. Dia telah kehilangan sesuatu yang menyebabkan kehilangan kekuatannya !” Apa kau kira aku takut ?
ANTONIO Yang Mulia…
SAMUEL Terus terang, aku sendiri kadang-kadang berpikir begitu. Bahwa sekali waktu tak akan ada lintasan akal yang muncul seperti kilat, dan bahwa aku akan dibikin skak-mat untuk selama-lamanya. Itulah sebabnya kau kusuruh kemari untuk berjam jam main catur denganku. Aku sangat terganggu untuk melakukan permainan dengan.. Oscar Yakob itu.
ANTONIO Jadi, Yang Mulia punya alasan pasti untuk bertemu dengan orang itu ?
SAMUEL Toh, kau tak akan bisa memahami alasanku ini.
ANTONIO Orang itu ditugaskan untuk membunuh Yang Mulia
SAMUEL Biarlah…
ANTONIO Tapi dalam hal ini saya mengusulkan kepada Yang Mulia…untuk…tentu akan lebih aman apabila…
Demikian contoh dari naskah drama yang berhasil saya kumpulkan saat ini. Tidak menutup kemungkinan artikel ini akan diupdate jika saya menemukan contoh naskah yang baru. Kalau teman punya koleksi jangan segan untuk mengirimkannya ke saya/kontak blog ini lewat kolom komentar. Karya anda pasti akan dinikmati puluhan ribu pembaca setia blog ini diseluruh tanah air.
0 komentar :
Posting Komentar